Juara I :
PENTINGNYA NIAT DALAM
MEMULAI PROSES TOLABUL ILMU
Oleh : M. Said Rifqi
(XI B IPA)
Dalam
pembuatan suatu bangunan ada satu bagian yang sangat diperhatikan dalam
pembuatannya. Mulai dari awal pembangunan hingga akhir pembangunan, satu bagian
inilah yang menentukan bagus dan tidaknya sebuah bangunan. Bagian inilah yang
disebut pondasi, pondasi yang baik akan menjadikan bangunan kokoh dan tahan
akan bencana dan sebaliknya jika dalam pembangunanya pondasi hanya asal-asalan
akan berakibat pada ketidak kokohan suatu bangunan, sehingga bangunan tersebut
akan mudah sekali roboh dan tidek tahan bencana.
Begitu
pula dalam pekerjaan manusia, ada satu bagian yang juga menentukan baik
buruknya hasil dari pekerjaan itu. Jika bagian iotu baik maka akan berakibat
baiknya hasil dari pekerjaan tersebut dan sebaliknya, apabila bagian itu buruk
maka akan berakibat buruknya hasil dari pekerjaan tersebut.bagian tersebut
adalah niat, niat dalam memulai pekerjaan sangatlah penting, karena kualitas
baik buruknya pekerjaan tergantung pada niatnya. Dalam banyak kasus, sering
kita melihat oenag melakukan pekerjaan yang baik namun pada hakekatnya hatinya
berniat melakukan suatu keburukan, ataupun seseorang melakukan pekerjaan yang
dalam kebiasaanya pekerjaan tersebut termasuk keburukan namun pada hakikatnya
dia berniat melakukan suatu kebaikan. Sebagia contoh ada seorang laki-laki yang
sedang menolong seorang wanita namon nkarena buruknya niat orang tersebut,
orang tersebut melakukan pelecehan terhadap si wanita atau sebaliknya pada
kisah nabi khidir yang melubangi kapal orang miskin, dan ternyata lubang di
kapal tersebut menjadi penolong penghuni kapal yang kebanykan orang miskin dari
para perampok. Jadi, kita tidak boleh dengan langsung memfonis suatu pekerjaan
itu baik ataupun buruk, karena semua pekerjaan tergantung oleh niat
masing-masing.
Sebagai
seorang pencari ilmu, niat juga sangatlah penting. Dengan niat, secara langsung
telah momotivasi dalam diri seorang siswa untuk mencapai keberhasilan sesuai
yang ia niatkan. Dalam agama islam, niat dalam mencari ilmu amat sangat
diperhatikan. Karena niat diibaratkan sebuah kunci pintu dan dibalik pintu
tersebut bertempatlah berjuta-juta ilmu pengetahuan. Dengan kunci yang baik,
pintu akan membuka dan dapat diambil dengan leluasa, dan jika kunci itu buruk
maka pintu tidak akan membuka dan kita tidak akan mendapatkan apapun.
Bahkan
dalam kitab Ta’limul Muta’alim karangan syaih Ibrahim Bin Ismail, niat lebih
diperinci dengan mencantumkan niat yang benar dan yang salah dalam mencari
ilmu. Diantaranya niat-niat yang benar adalah kita berniat mencari ilmu dengan
tujuan untuk menghilangkan kebodohan atau berniat mencari ilmu semata-mata
menjalankan perintah Allah SWT dengan kata lain hanya mencari ridho Alloh. Dan
bukan berniat untuk kesombongan maupun hanya untuk mencari sanjungan dari orang
lain karena perbuatan ini sangat dibenci agama, bahkan orang yang sama
melakukannya juga membenci. Di dalm kitab yang lain juga disebutkan bahwa jika
ada seorang guru yang mengetahui muridnya mencari ilmu dengan niat yang salah
maka guru tersebut dihukumi berdosa. Karena sama saja membantu seseorang dalam
berbuat kerusakan. Hal ini diibaratkan seorang penjual senjata yang menjual
senjatanya kepada perampok sedang penjual tersebut mengtahui akan profesi
perampok tersebut.
Maka
wjiblah dari kita menata niat kita sedini mungkin, sehingga kita tidak
terjerenbab dalam lubang kerusakan dan apa yang kita niatkan bisa terwujud.
Amin.
Juara II :
JAM KOSONG !!!
Oleh : Kelas X H
Dewasa ini, semakin banyak siswa yang menganggap jam kosong sebagai
suatu berkah tersendiri. Fakta inilah yang membuat dunia pendidikan di
Indonesia semakin memprihatinkan. Mungkin dari pembaca masih satu atau dua yang
masih belum faham apa yang dimaksud “jam kosong”. Jam kosong dalam pembahasan
kali ini berarti saat dimana guru mata pelajaran tidak dapat hadir untuk
mengajar.
Nah, berdasarkan pengertian diatas, dapat dibayangkan apa yang
dilakukan kebanyakan siswa saat guru mereka berhalangan hadir. Belum dapat
dipastikan sebagian memilih belajar atau sekedar membaca-baca buku pelajaran.
Namun sudah dapat dipastikan kebanyakan siswa memilih melakukan
kegiatan-kegiatan yang mereka anggap menyenangkan.hal-hal yang mereka anggap
menyenangkan itulah yang secara tidak langsung dapat menjerumuskan mereka
kedalam lembah kebofohan.
Kurangnya kesadaran siswa atas nikmat yang diberikan oleh allah
berupa anggota tubuh yang lengkap, akal yang sehat, serta waktu yang lapanglah
penyebab surutnya mereka untuk belajar. Ada sebuah ungkapan yang
menyatakan,”belajar diwaktu muda bagaikan mengukir diatas batu, belajar diwaktu
tua bagaikan mengukir diatas air”. Ungkapan tersebut bermakna bahwa: belaja di
usia masih muda lebih mudah dan lebih
cepat faham akan suatu ilmu pengetahuan serta tidak mudah lupa bila
dibanfingkan belajar diwaktu usia sudah tua.
Alangkah bijaksananya apabila siswa-siswa yang terlena dengan jam
kosong dapat disadarkan. Entah itu dengan cara sosialisasi-sosialisasi atau
memberi serangkaian tugas yang harus dilaksanakan. Mungkin dari pihak sekolah
dengan diketuai oleh kepala sekolah dan beranggotakan para guru rela
mengorbankan satu jam pelajaran demi mengadakan penyuluhan ke kelas-kelas
tentang kesempatan emas yang terkandung dalam jam kosong. Namun apabila cara
tersebut tidak mungkin untuk dilakukan, maka soslalisasi dapat diperdengarkan
kepada siswa saat upacara bendera berlangsung.
Kenyataan bahwa dana dari APBN yang telah dikucurkan pemerintah
untuk meningkatkan mutu serta kualitas pendidikan di Indonesia sudah sangatlah
banyak. Namun, entah apakah dana sebanyak itu menguap begitu saja, sehingga
mutu dan kualitas dalam budang pendidikan tidak terlihat meningkat secara
signifikan. Hal itu lebih diperparah lagi dengan seiringnya pergantian
kurikulum yang mau atau tidak mau pasti juga memakan biaya. Ditambah lagi tidak
semua siswa berhasrat untuk belajar, padahal mereka yang tinggal didaerah
perkotaan bisa dikatakan berkecukupan fasilitas dalam bidang pendidikan.
Sebenarnya sudah ada beberapa dari pihak guru yang berhalangan
hadir memberi tugas kepada siswa guna mengisi kekosongan, guru memerintahkan
kepafa ketua kelas untuk mengumpulkan tugas yang telah diselesaikan ke tempat
yang sudah ditentukan. Namuun itu benar-benar hanya sebagai pengisi kekosongan
ada guru yang mengatakan, “kemarin dikumpulkan dimana?”, pertanyaan tersebut
menandakan tugas yang disuruh mengumpulkan sama sekali tidak disentuh. Meski
hanya sekefar untuk menyemangati siswa seharusnya guru mengatakan “hasil
kerjanya bagus tapo masih ada yang salah”, dengan demikian, diharapkan siswa
mendapat suntikan semangat untuk lebih giat lagi dalam mengerjakan tugas tugas
yang dibebankan kepada mereka.
Namun masalah tifak samnpai disitu saja, niat baik pemerintah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan program wajib belajar 12 tahun rupanya
tidak disambut antusias oleh para siswa. Buktinya masih ada sebagian dari siswa
yang malas atau enggan pergi ke sekolah. Bahkan ada segelintir siswa yang
menganggap sekolah adalah beban. Persoalan ini merupajkan pekerjaan rumah bagi
para orang tua dan guru. Apapun tindakan yang mereka lakukan untuk menumbuhkan
semangat belajar siswa haruslah sejak dini. Karena seseorang akan lebih mudah
mengingat apa yang diajarkan kepadanya saat masih muda. Entah itu dengan cara
menerangkan kepada anak manfaat belajar atau bahkan menakut-nakuti mereka akan
konsekuensi tidak belajar.
Dengan menanamkan nilai-nilai positif serta memantik semangat
belajar siswa sejak dini, diharapkan kelak siswa mampu berfikir rasional dan
logis tentang apakah ia harus belajar atau tidak. Dengan cara itu pula semoga
bisa menjadikan atau menciptakan generasi-generasi siswa yang berkualitas yang
tidak menyia-nyiakan jam kosong dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang kurang
bermanfaat.
Juara III :
SOROGAN
Oleh : Arif Wafidhi (XI A IPS)
Sistem pengajian salafy yang bangkitkan kebersamaan guru dan santri
Ustadz
dan santri jelas memiliki kelas yang berbeda. Jadi dalam keseharian ustadz
maupun santri memiliki lingkungan sosial yang berbeda pula. Dari hal inilah
kesulitan interaksi antara mereka terjadi. Seperti ada jurang pemisah yang
begitu dalam. Problem ini mengakibatkan pihak santri ataupun ustadz mengalami
kerugian. Proses trasfer ilmu menjadi tersendat akibat adanyaba kelas.
Namun
didunia pesantren ada pengajaran yang cukup unik yaitu Sorogan. Model
sistem ini adalah santri membentuk lingkaran sesuai jumlah dalam satu kelompok,
dengan ustadz memimpin ditengah. Ringkas memang, namun jika diselami lebih
dalam tentang manfaat model ini, kita tak pernah bisa menduga apa yang terkandung.
Yang paling menonjol adalah hubungan antara ustadz dan santri terjembatani.
Hingga pemisah diantara mereka menjadi samar.
Hal
itu terbukti dengan mudahnya santri menangkap pelajaran, karena disaat santri
mengalami masalah dengan kefahaman, ustadz langsung bisa memberi asahan atau
masukan. Bahwa banyak yang mengatakan bahwa sistem ini semakin berhasil karena
adanya nilai barokah.
Selain
itu ada perasaan saling mengerti diantara keduanya. Kadangkala jika santri
ingin mengungkapkan tentang ketidaksesuaian antara cara mengajar ustadz. Ada
pengganjal karena santri belumtau persis bagaimana respon ustadz jika menerima
kritikan. Namun setelah bertatap muka dan interaksi dilakukan dengan jarak
dekat. Santri perlahan mengetahui karakter sang ustadz. Hingga berab\ni
menyampaikan kritik.
Seperti timpang jika kita membahas sistem
sorogan dengan sisi kaca mata. Bagaimanapun soroga masih memiliki kekurangan
disana-sini. Yang saat ini sering terjadi adalah hilangnya rasa santun. Karena
santri merasa bahwa kedekatan semakin menghapus tingkat kelas diantara mereka.
Bahkan yang paling parah penggunaan bahasa krama yang dipegang teguh
dipesantren dalam norma keta’diman. Turun tingkat ke paling bawah yaitu bahasa
ngoko kasar. Yang paling relevan adalah santri mencoba memancing ustadz untuk
semakin mempererat kaakraban dengan senda gurau. Padahal pengajian dalam
pendidikan pesantren memiliki durasi. Jika diisi dengan hal semacam itu
waktupun akan habis. Hingga akhirnya proses trasfer ilmu tak berjalan dengan
maksimal. Dan dampak paling parah adalah adat dan budaya hormat di pesantren
semakin terkikis.
Dari sisi negatifitu, memiliki beberapa
solusi. Yaitu yang paling efektif dari ustadz, bagaimana ustadz bisa
mengendalikan suasana dan membagi waktu antara seriusdan santai. Dengan ini
santri juga akan teratur dalam memanage waktu. Perlahan santri juga sadar,
bahwa sorogan adalah tempat untuk kegiatan belajar mengajar yang disajikan
dengan bentu yang lebih fleksibel dari sistem lainnya. Hingga mereka mampu
menjadikan sorogan wadah penyelesaian problem solving dan juga sumber ilmu yang
banyak.
0 komentar:
Post a Comment